Kekayaan intelektual (Intellectual Property/IP) menjadi salah satu fitur kunci dalam perekonomian modern, terutama di sektor industri kreatif. Di Indonesia, tren pengelolaan IP semakin meningkat seiring dengan kesadaran pelaku usaha tentang pentingnya melindungi hak cipta, merek dagang, dan paten mereka. Inovasi dalam IP tidak hanya melindungi kreasi orisinal, tetapi juga menjadi sumber pendapatan yang signifikan melalui lisensi dan penjualan hak. Pelaku industri semakin menyadari bahwa IP yang dikelola dengan baik dapat memberikan keunggulan kompetitif dan membuka peluang baru di pasar.
Jeli melihat kebutuhan tersebut , Alcor Fest hadir sebagai festival IP yang mengumpulkan para pemegang hak kekayaan intelektual, korporasi, dan penyedia acara. Diselenggarakan di The Kasablanka, Jakarta (1/8), Alcor Fest bertujuan untuk menciptakan sinergi antara pelaku industri kreatif melalui peluang kolaborasi strategis. Festival ini dirancang untuk membantu bisnis menjangkau pasar baru melalui aktivasi acara pelanggan, serta menjadi platform bagi berbagai komunitas untuk berkumpul dan berbagi ide.
Salah satu pembicara utama dalam Alcor Fest 2024 adalah Bhayu Sugarda, Associate Director ID COMM dan Deputi II APPRI. Dalam sesi Expert Talks Session 1 bertajuk “Innovating Intellectual Property Across Industries: The Power of Transformation,” Bhayu berbagi wawasan mendalam tentang pentingnya inovasi dalam pengelolaan IP.
Bhayu menekankan pentingnya komitmen dan riset yang mendalam dalam perencanaan atau penciptaan IP. “Penting untuk melakukan riset atau studi banding. Pencipta IP juga bisa membandingkan produk, jasa, program atau kegiatannya dengan pasar lain bahkan dengan dunia internasional.” Selain itu, promosi juga menjadi faktor penting dalam keberhasilan IP. “Marketing dengan gaya jemput bola, atau bahkan promosi ke luar negeri bisa ditempuh,” cetusnya.
Dalam sesi ini, Bhayu Sugarda menekankan bahwa IP yang sukses seringkali berakar dari suatu niche yang sangat spesifik. Menurutnya, “Hyper niche lebih penting, cari sesuatu yang substansial, berbasis komunitas. Bahkan, gagasan dan pembentukan tren tidak perlu selalu baru, bisa saja menghidupkan yang lama.”
Bhayu menambahkan, “Ceruk unik atau niche banyak yang berada di luar bubble kita, dan banyak pula niche yang dimulai dari bubble kecil, jadi tidak ada batasan. Niche bisa terbentuk mungkin justru karena ada rasa FOMO (fear of missing out) atau terdapat kondisi di mana suatu segmen ‘dipaksa’ jatuh ke dalam rabbit-hole.” Menurutnya, IP yang baik harus dapat bertahan lama. “Kalau mau bikin IP harus sustain,” imbuhnya. Menghidupkan kembali IP lama dan membuatnya relevan dengan target audiens saat ini bisa jadi merupakan salah satu strategi yang patut dicoba.
Untuk membangun IP yang relevan, Bhayu menjelaskan pentingnya mempertimbangkan faktor risiko. “Dalam menentukan IP, faktor risiko harus dipertimbangkan,” katanya. Banyak orang yang baru menyadari pentingnya mengurus IP mereka. “An idea will stay merely as an idea if you don’t claim it. Sebaliknya, tren saat ini adalah berlomba dalam kecepatan untuk mematenkan IP, tetapi masih perlu waktu lama bagi pemilik IP untuk connect ke komunitas yang tepat, dan akhirnya bisa menghasilkan manfaat ekonomi,” tambahnya.
Menurut Bhayu, kunci utama dalam keberhasilan IP adalah koneksi dengan komunitas target. “It has to be community-based, karena revenue-nya dari situ. Kuncinya adalah ketika IP itu bisa connect dengan the target community . Find a difference.” Dengan kata lain, IP yang dapat terhubung dengan audiensnya akan lebih mungkin menghasilkan pendapatan yang berkelanjutan.
Dalam hal bertahan di tengah persaingan, Bhayu menekankan pentingnya komunikasi melalui komunitas. “Bagaimana kita connect dan berkomunikasi dengan komunitas yang terbesar dahulu.” Bhayu juga mengutarakan bahwa ide yang baik memerlukan eksekusi yang baik pula. “Ide itu nggak mahal, yang mahal adalah eksekusinya. Value yang ditawarkan dari IP yang terbentuk is also important to be highlighted, ini yang akan mempertemukan IP dengan target audience-nya dan inilah yang akan menjadi kesempatan untuk monetisasi,” jelasnya.
Bhayu menggarisbawahi bahwa sebuah IP bisa generate revenue jika dapat menemukan celah dengan konsumennya. Brand melihat ini sebagai target pemasaran mereka. Ketika celah ini ditemukan, peluang untuk monetisasi menjadi lebih nyata. “Pendapatan dari menjual nama atau identitas IP mungkin kecil, tapi pendapatan terbesar justru dari sponsor di sekelilingnya.”
Untuk menjaga momentum, Bhayu kembali menekankan pentingnya keberlanjutan dari pelibatan komunitas. “Sustenance berarti ada terus. Seburuk-buruknya , selalu ada animo ada dari berbagai crowd yang berbeda dan yang niche.” Meski demikian, tentu brand akan lebih tertarik apabila jumlah konsumen atau audience dari IP tersebut memang sudah banyak.
Community adalah pihak yang bersedia mengeluarkan uang untuk IP kita, karena mereka telah melihat value itu. Community jangan hanya dianggap semata sebagai konsumen dan jangan dijadikan target untuk pemasaran saja. Kita harus memberikan value untuk mereka, supaya mereka tetap loyal.”
Sebagai penutup, Bhayu menggarisbawahi pentingnya memahami dan menghargai komunitas sebagai konsumen utama IP. “Temukan komunitas yang masih beririsan dengan produk. Ketika sudah bertemu dengan sebuah ‘cult’, mereka dapat dikelola dengan mudah.”
Kehadiran Bhayu Sugarda sebagai pembicara di Alcor Fest 2024 menunjukkan keberpihakan ID COMM terhadap inovasi dan transformasi di industri kreatif. Wawasan ID COMM seputar isu IP juga menunjukkan bagaimana ID COMM memahami disiplin ilmu pemasaran dan komunikasi secara lengkap, dan turut mendorong kemajuan melampaui batasan-batasan yang ada, serta menciptakan peluang baru bagi klien di pasar yang semakin kompetitif.